1 Oktober, Hari Kebangkitan Orde Baru			No ratings yet.

1 Oktober, Hari Kebangkitan Orde Baru

1 Oktober, Hari Kebangkitan Orde Baru

Oleh: Wildan Patmawisastra

Penampakan bendera setengah tiang di kantor-kantor atau lembaga-lembaga tertentu sudah biasa terlihat di setiap awal Bulan Oktober; Hari ini, 1 Oktober 2022 para pejabat negara, pegawai dan sejumlah masyarakat kembali memperingkati Hari Kesaktian Pancasila. Hari Kesaktian Pancasila sendiri termasuk salah satu hari nasional di Indonesia dengan Keputusan Presiden Nomor 153/Tahun 1967 yang dibuat pada awal masa Soeharto menjadi presiden, tak lama setelah menggantikan Soekarno tepatnya pada 29 September 1966; Soeharto mengeluarkan keputusan nomor Kep/B/134/1966 yang isinya menyatakan bahwa 1 Oktober diperingati sebagai Hari Kesaktian Pancasila oleh seluruh angkatan bersenjata dengan melibatkan masyarakat yang sebelumnya hanya berlaku di kalangan Angkatan Darat.

Hari Kesaktian Pancasila dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa Pancasila tetap sakti walaupun dicoba ditumbangkan oleh komunisme. Namun bagi sebagian orang di Indonesia, 1 Oktober tidak tepat dianggap sebagai Hari Kesaktian Pancasila, terutama bila dikaitkan dengan Gerakan 30 September 1965. Dengan kata lain, G30S 1965 tidak relevan bila diaktikan dengan kesaktian pancasila.

Asvi Warman Adam, sejarawan yang fokus meneliti sejarah kelam 1965, dalam bukunya ‘Membongkar Manipulasi Sejarah: Kontroversi Pelaku dan Peristiwa’ (2009), menuliskan bahwa kegagalan Gerakan 30 September bukan lantaran Pancasila begitu sakti, melainkan semata karena strategi para aktor G30S kurang cermat. Mereka tak punya fasilitas dasar seperti handy talkie yang berguna untuk komunikasi jarak jauh lewat frekuensi radio. Bahkan alutsista seperti kendaraan panser atau tank yang lazim digunakan untuk kudeta tak dimiliki oleh aktor G30S.

Bahkan menurut Alvi, peringatan Hari Kesaktian Pancasila  sebaiknya dihapuskan saja, terutama karena itu adalah hasil pembengkokan sejarah yang dilakukan pemerintah Orde Baru, dan para pejabat pemerintah pun tak perlu memperingatinya, seperti yang ditunjukkan Megawati Soekarnoputri selama menjadi Presiden RI pada 2001-2004. Menurut Asvi, Hari Kesaktian Pancasila tidak memiliki landasan yang kuat. Peringatan 1 Oktober sebagai Hari Kesaktian Pancasila bermasalah dari sisi hukum maupun substansi.

1 Oktober lebih tepat jika disebut sebagai ‘Hari Kebangkitan Orde Baru’ bukan Hari Kesaktian Pancasila. Sebagian ahli sejarah meyakini ada konspirasi dibalik sekelumit Gerakan G30S mulai isu Dewan Jenderal, Kudeta dan lain sebagainya.

Korban “Lubang Buaya” yang kita kenal dengan pahlawan revolusi memang patut kita prihatin dan berkabung mengenangnya, tetapi jangan lupa masyarakat juga harus berkabung mengenang korban genosida dan penculikan orang-orang tak berdosa pasca-G30S, yang dituduh simpatisan PKI atau komunisme, yang sama sekali tak terlibat dalam G30S; dieksekusi tanpa diadili itu fakta sejarah yang tak bisa dibantah.

Saatnya mengheningkan cipta untuk korban dari semua kubu politik. Terlebih bagi ratusan ribu anak bangsa yang tidak ikut berpolitik serta anak-cucu mereka yang menjadi “tumbal” politik penguasa. Lebih dari 20 tahun Indonesia telah meninggalkan Orde Baru. Tapi Orde Baru belum meninggalkan Indonesia. ***

Penulis adalah Sekretaris Persatuan Alumni GMNI Kabupaten Pandeglang